Ini adalah sedikit uraian tentang sejarahnya KoRn si Godfather of NuMetal. Ini diambil dari archivenya hasil googling in my bat-time (begadang) tadi malam. Dan gambar diatas juga hasil googling, yang saya temukan disitus yang diambil saat KoRn konser dijakarta 5 februari 2004 kemarin. Berikut kutipan tentang sejarah awal mulanya Korn :
——-
Cerita tentang KoRn bermula sekitar 15 tahun lalu.
Persisnya saat Fieldy, Munky, dan David, yang
sama-sama kelahiran Bakersfield, California, Amerika Serikat, itu
sepakat membentuk sebuah band dan berkarier di jalur musik. Tidak
seperti sekarang, band yang diberi nama L.A.P.D (singkatan dari Love And
Peace Dude) itu awalnya berkutat di jalur funk alternatif semodel Faith
No More atau Red Hot Chili Peppers.
Sempat mereguk sukses di lokalan Amerika dan beberapa
negara Eropa, karier L.A.P.D terhenti setelah merilis hanya satu album,
Who’s Laughing Now? (1991). Penyebabnya tak lain lantaran
perilaku para personelnya yang “ajaib”. Hobi betul mereka merusak
backstage mereka sendiri. Lebih ajaib lagi, mereka menganggap bahwa
semua itu adalah salah satu cara yang efektif untuk mendapatkan
publikasi dan sorotan media!
Tentu saja hal itu merepotkan semua pihak yang
terlibat. Manajemen serta, tentunya, label yang menaungi mereka. Hingga
sampai pada satu titik, pihak label tak tahan lagi lalu langsung
memutuskan kontrak.
Pemutusan kontrak itu berefek pula pada bubarnya
formasi L.A.P.D, yang sebenarnya sangat menjanjikan. Vokalis mereka saat
itu, Richard Morral, terlanda stres berat, dan serta-merta mengundurkan
diri.
Untungnya, kehilangan kontrak label plus vokalis
tidak menyurutkan semangat. Mereka tetap kukuh melanjutkan cita-cita.
Bahkan, dengan penuh percaya diri Fieldy cs merekrut Brian Welch,
seorang karib yang kerap menjadi roadies mereka kala L.A.P.D masih
berjaya, untuk dijadikan tandem Munky di sektor gitar.
Bersamaan dengan masuknya Brian, mereka pun sepakat
buat mengubah warna musik yang diusung. Dari funk alternatif menjadi
metal yang lebih agresif.
Lewat satu pertemuan yang tak direncanakan
sebelumnya, kuartet ini akhirnya menemukan orang yang tepat untuk
mengisi posisi vokalis. Jonathan Davis namanya.
Juga kelahiran Bakersfield, cowok yang saat itu sudah
mempunyai pekerjaan tetap sebagai asisten bedah mayat di rumah mayat
Kern County itu ditemukan saat sedang tampil di panggung bersama
bandnya, SexArt.
Terkesan oleh penampilan dan suara Jon malam itu,
Fieldy cs langsung saja memutuskan untuk “membajak”-nya menjadi vokalis
mereka. Tidak membutuhkan waktu lama, Jon langsung bilang,”Ya!”
Pilihan yang memang, pada akhirnya, terbukti sangat
tidak salah. Pasalnya, selain punya karakter suara yang begitu menyatu
dengan musik Fieldy cs, Jon juga punya segudang masa lalu plus
pengalaman hidup yang cukup kelam. Pengalaman yang bisa digali lalu
dijadikan sumber inspirasi bagi deretan lirik-lirik lagu mereka
nantinya.
Ngetop karena kelam
Adalah pertemuan ini juga yang akhirnya membuat musik
mereka jadi terasa unik. Bagaimana tidak? Groove-groove bernuansa
funky, yang selama ini lebih terasa pas mengiringi musik bernuansa
ceria, dipadu dengan besetan gitar distortif yang sengaja dibuat
bersteman rendah membalut lirik-lirik yang sama sekali tidak ceria,
namun justru sebaliknya, sangat gelap dan mencekam. Saat itu, kecuali
Creep (nama mereka sebelum akhirnya diubah menjadi KoRn), tak ada satu
band pun yang maju dengan kombinasi sedemikian kontras.
Begitulah. Tiga tahun setelah pertemuan itu, album
debut KoRn pun dirilis. Bermodal singel sangar macam Blind dan Daddy,
kemunculan mereka seakan membuka keran bagi gelombang metal jenis baru:
NuMetal/hip-metal!
Ya. Enggak lama kemudian, langkah dan formulasi yang
diracik oleh para personel KoRn langsung ditiru oleh bermacam band.
Pemakaian gitar tujuh senar seakan satu keharusan bagi para gitaris
metal. Lirik-lirik straight forward yang isinya melulu tentang
kepedihan, kemarahan, raungan, serta kemurungan menjadi satu keharusan
bagi para vokalis. Dan, tiap-tiap basis atau drumer yang ingin kiprahnya
dilihat harus mampu membentuk groove-groove layaknya para musisi hip
hop, R&B, atau funky!
Jago mengorganisir konser
Ternyata mereka juga jago mengorganisir konser.
Belakangan, hasil kerja mereka menjadi salah satu contoh konser sukses
karena kemasannya yang unik. Diberi nama Family Values Tour (FVT), tur
tahunan itu mulai digelar pada tahun 1998. Sampai sekarang, FVT masih
tetap berlangsung dan masuk dalam daftar tunggu metalheads di Amerika
setiap tahunnya.
Keistimewaan tur ini enggak lain lantaran kekuatan
para pengisi acaranya. Biarpun tidak terlalu beragam, namun line up yang
disusun Jonathan cs mampu mewakili dua kubu yang tadinya dianggap
saling berseberangan: metal dan hip hop. Untuk putaran pertama tahun
1998, selain mereka sendiri, Jonathan cs menggamit Ice Cube, Limp
Bizkit, Orgy, dan Rammstein.
Selain faktor pengisi acara, sikap simpatik yang
ditunjukkan oleh KoRn sebagai penyelenggara yang membuat ajang ini
menyedot begitu banyak penonton dan menjadi satu rangkaian tur yang
paling ditunggu. Bayangkan saja. Untuk sajian berdurasi sekitar 6-7 jam
lengkap dengan pengisi acara nan paten plus atraksi laser dan panggung
yang megah, penonton hanya dikenai tiket seharga 30 dollar AS. Sebagai
perbandingan, harga tiket untuk konser sejenis saat itu yang termurah
berkisar antara 75-85 dollar AS!
Sudah barang tentu hal itu makin melambungkan nama
KoRn di mata para penggemar metal. Keberpihakan mereka terhadap fans
dianggap sangat jelas. Begitu pun posisi mereka yang dianggap
“terhormat” di antara band-band sealiran lainnya. Saat album ketiga,
Follow The Leader (1998), dirilis, KoRn praktis sudah menjadi semacam
Godfather of NuMetal!
Yap. Disadari atau tidak, dalam perjalanannya, KoRn
tergiring masuk ke dalam golongan band-of-the-band. Band yang tak butuh
lagi number one hit di berbagai negara untuk dapat diakui. Band yang tak
terlalu peduli bahwa albumnya tak lagi mencetak angka penjualan jutaan
kopi, melainkan band yang kerap menjadi inspirasi band lainnya untuk
berbuat sama. Band yang ada untuk fans dan selalu berorientasi pada
kepuasan fans!
Mengerjakan album sendiri
Berbekal prinsip-prinsip dasar band-of-the-band
(serta sedikit banyak pengalaman buruk Untouchables) itulah, hampir
sepanjang tahun 2003 dihabiskan oleh Jonathan cs di dalam studio,
meracik formulasi buat Take A Look In The Mirror.
Tak lagi dibantu oleh produser di luar
band–seperti yang biasa mereka lakukan di lima album
sebelumnya–kali ini seluruh proses produksi mereka kerjakan
sendiri. Mulai dari perumusan konsep, membentuk komposisi dasar, hingga
aransemen utuh. Adalah Jonathan yang kemudian didaulat untuk memegang
kendali seluruh proses produksi.
“Ah, saya enggak pernah merasa sebagai leader of the
band. Dari dulu KoRn adalah milik kami bersama. Dan karenanya
masing-masing berhak menjadi bos. Posisi saya selama pembuatan Take A
Look…, bisa dibilang hanya sebagai cheerleader. Yang menyemangati dan
mendorong teman-teman untuk melakukan yang terbaik!” bantah Jonathan.
Apa pun yang dikatakan oleh Jonathan, yang jelas,
pola kerja seperti itu terbukti ampuh. Setidaknya, menurut Jonathan,
lebih efisien waktu dan biaya, dengan hasil yang setara, bahkan bisa
jadi lebih dari yang dicapai lewat Untouchables.
“Kami enggak lagi mengandalkan open chorus yang
megah, melainkan kembali kepada riff-riff yang mengentak, yang jadi ciri
khas kami selama ini,” jelas Fieldy.
“Ya. Selama pembuatan album ini, kami selalu
berorientasi pada penampilan panggung. Soalnya, materi dari Untouchables
terbukti lebih membosankan di atas panggung ketimbang menyenangkan bagi
fans!” ujar Munky gemas.
“(Musik) KoRn adalah untuk fans KoRn!” tegas
Jonathan. “Kami enggak peduli seberapa banyak album kami ini bakal
terjual nantinya. Mau sepuluh juta, sepuluh ribu, atau hanya sepuluh
keping pun enggak akan ada bedanya buat kami. Yang terpenting adalah
kami dan tentunya fans kami senang dan puas dengan apa yang sudah kami
buat!” tambahnya.
0 comments:
Post a Comment
Mohon Kata-kata Komentar Anda Bersifat mendidik dan Sopan.